Ad Code

Analisis & Penjelasan Burning (버닝) (Korea, 2018)


Burning adalah salah satu film yang paling banyak dibicarakan akhir tahun lalu, tapi saya baru saja menontonnya. Telat? Oh tentu. Bukan NikenBicaraFilm kalau tidak telat nonton dan mereview... hahaha (mungkin saya harus menjadikan ini sebagai tagline blog ini: NikenBicaraFilm, selalu terlambat dalam mereview film). Selepas menontonnya, saya memahami kenapa begitu banyak orang yang membicarakannya. Terlepas dari filmnya yang meraih banyak penghargaan dan untuk pertama kalinya mengantarkan Korea Selatan lolos masuk shortlist sembilan besar Best Foreign Film di ajang Oscar tahun 2019, Burning menjadi film yang banyak dibicarakan karena filmya yang ambigu dan membutuhkan diskusi atau semacam "refleksi" selepas menontonnya. Beberapa pembaca blog ini juga banyak yang menyarankan saya untuk membahas film ini dari lama, tapi saya baru mengabulkannya sekarang ~

Burning merupakan adaptasi bebas dari cerpen Haruki Murakami yang berjudul Barn Burning, dan Lee Chang-dong, sang sutradara, disebut-sebut berhasil dengan baik mengadaptasi tulisan Murakami dalam bahasa visual. Saya bukan pembaca novel Murakami - baru satu bukunya yang sudah saya baca, tapi kurang lebih dari satu buku itu saya bisa sedikit ngebaca tipe tulisan Murakami. Sejujurnya, membaca novel Murakami (yang baru satu judul aja itu), nyaris terasa membosankan dan nggak jelas (oh ya silakan hina saya yang hanya pembaca awam). Tapi kenapa Burning disebut-sebut berhasil menghidupkan karya Murakami, karena menurut saya Lee Chang-dong mampu "menghidupkan" keabsurdan dan ambiguitas karya Murakami dalam medium film. Ini bukan hal yang mudah, karena segala "keabsurdan" dalam sebuah karya fiksi menjadi aneh jika diterjemahkan dalam bahasa film yang realis. Selain itu, lewat caranya memainkan narasi Burning melalui apa yang biasa kita sebut "film-thriller-yang-lambat-dan-membosankan" (atau kamu biasa menyebutnya slow-burn), Lee Chang-dong juga sangat berhasil dalam memberikan nuansa yang sama seperti kala kita membaca karya Murakami. 

Kisah Burning mengikuti seorang calon penulis yang bekerja sebagai kurir, Jong Su (Yoo Ah-In) yang suatu saat bertemu dengan perempuan cantik yang ceria dan menyenangkan - dan ternyata kawan dari masa kecilnya, Hae-mi (Jeon Jong-Seo). Hae-mi hendak berlibur ke Afrika dan ia meminta Jong-su untuk memberi makan kucingnya di apartemennya. Sepulang dari Afrika, Hae-mi mengenalkan Jong-su dengan Ben (Steven Yeun), seorang pemuda yang berbeda 180 derajat dengan dirinya: tampan dan kaya raya. Jong-su tidak tahu apa hubungan Ben dengan Hae-mi, sebagaimana ia tidak tahu hubungannya sendiri dengan Hae-mi (mereka sudah have sex, tapi tidak pernah secara eksklusif menjadi sepasang kekasih). Suatu saat, Ben bercerita pada Jong-su bahwa ia punya hobi yang aneh: membakar green house. Ia bilang ia hanya memilih green house terlantar, yang menurutnya "menunggunya" untuk dibakar. Ben sendiri bilang bahwa ia telah memilih target green house di dekat rumah Ben. Hal ini cukup aneh bagi seorang pria yang normal dan tinggal di Gangnam, dan Jong-su menyelidiki dan mencatat green house terlantar di dekat rumahnya, tapi tidak ada yang terbakar. Keanehan pun makin bertambah ketika Hae-mi tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan. Ini membuat Jong-su mencurigai ada "sesuatu" pada Ben dan membuntutinya. Film pun berakhir dengan Jong-sung menusuk Ben dengan pisau dan membakar mobilnya....

Jadi, apa sesungguhnya yang terjadi?


Saya bayangkan kamu, sebagaimana saya, akan mengerutkan kening kebingungan selepas menonton Burning. Penonton awam mungkin akan sedikit marah dan merasa dibodohi karena merasa tidak seharusnya film itu berakhir begitu saja tanpa sebuah penjelasan.

Sebenarnya, Burning bisa saja menjadi straightforward-thriller, tapi memang alurnya dengan sengaja tidak dibuat "selurus" dan "semudah" itu. Ada banyak teori yang mungkin berkecamuk di otakmu setelah film ini berakhir. Apakah Ben beneran serial killer / psikopat yang membunuh Hae-mi? Apakah Hae-mi bunuh diri? Apakah Hae-mi kabur dan Ben membantunya? Apakah Jong-su menusuk Ben di akhir film cuma khayalan Jong-su saja? Apakah semua ini cuma khayalan Jong-su? 

Dan jika kamu sudah menyimpulkan sesuatu, maka pertanyaan-pertanyaan yang muncul kemudian juga membutuhkan jawaban yang sama tidak jelasnya. Apakah kucing di rumah Ben adalah kucing Hae-mi? Apa yang dimaksud Ben dengan hobinya membakar greenhouse? Apakah itu sekedar metafor? Apakah sumur yang diceritakan Hae-mi benar-benar ada? Kenapa ada jam tangan Hae-mi di rumah Ben - sementara jam tangan yang sama tampaknya dikenakan teman kerja Hae-mi? Dan lain sebagainya ~

Untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang sebenarnya terjadi, saya bisa menjawab dengan pasti bahwa saya tidak tahu pasti. Melalui Burning, Lee Chang-dong tampaknya ingin menunjukkan bahwa hidup adalah sebuah misteri (ingat ketika Jong-su bilang bahwa baginya dunia adalah misteri?), dan kita mungkin tidak punya kuasa untuk menyingkap segala sesuatunya. Sepanjang film Burning, kita diberi petunjuk-petunjuk tentang apa yang sebenarnya terjadi, tapi kita tidak diberikan bukti valid yang sungguh mengonfirmasi hipotesis kita. Ben bisa saja seorang serial killer, atau bisa saja Ben cuma seorang pria kaya biasa yang hobi membakar greenhouse (atau ia bisa saja berbohong tentang ini). Hae-mi bisa saja dibunuh Ben, atau mungkin ia bunuh diri, atau ia kabur melarikan diri karena hutang yang ia tanggung. Hmmm... kita tidak benar-benar tahu karena Lee Chang-dong memang dengan sengaja membuat seluruh petunjuk itu ambigu. Semakin menarik, bahwa ia juga menjadikan Jong-su sebagai protagonis dimana seluruh perspektif kita didasarkan olehnya, bukanlah seorang saksi mata yang ekspresif, sehingga kita bahkan sulit untuk mendapatkan kesimpulan dari semua tindakannya atau apa yang sebenarnya ia pikirkan. 

Dunia itu adalah sebuah misteri, dan perspektif dalam menguraikan misteri itu yang membuat kita "merasa benar". Dalam Burning, ketika Jong-su menusuk Ben, ia telah membangun perspektif yang ia percayai benar. Ia telah membaca petunjuk yang ia temukan, merangkainya, lalu memutuskan "kebenaran" yang menjelaskan misteri tentang apa yang sebenarnya terjadi. Terlepas dari entah apakah ia benar atau tidak. 

STUDI KARAKTER

Yang menarik juga untuk dibahas dari Burning adalah studi tentang ketiga karakter utamanya. Sebagian orang akan menyebut Burning sebagai sebuah cinta segitiga dengan tiga manusia yang berbeda di dalamnya. Jong-su mungkin mewakili sebagian besar dari kita (kebanyakan dari kita lebih suka menilai diri kita sebagai orang yang bernasib malang daripada orang yang beruntung). Ia tidak punya uang, tinggal di daerah desa yang miskin, keluarganya bermasalah (ayahnya punya anger management issue dan terancam dipenjara), ibunya meninggalkannya, dan ia tidak benar-benar tahu atau cukup percaya diri dengan apa yang harus ia lakukan dalam hidupnya. 

Di satu sisi Ben mewakili sosok sempurna yang berkebalikan dari Jongsu: ia tinggal di distrik orang kaya, mobilnya porsche, ia tampak kharismatik, ber-DNA bagus, pandai memasak, punya banyak teman, walau kita tidak benar-benar tahu apa pekerjaannya sehingga bisa sekaya itu. Dalam salah satu dialog ketika Jong-su menanyakan pekerjaannya, Ben bilang kalau ia "bermain"/"play". Saya pikir ini merujuk ke privilege anak-anak orang kaya, yang bisa mengejar passion & hobinya ("play") namun tetap bisa hidup makmur dan sejahtera. Oh ya, mengejar passion adalah cita-cita anak orang berkecukupan yang tidak punya tanggung jawab memikirkan ekonomi keluarganya, dan punya jaring pengaman jikalau passionnya pada akhirnya tidak mencukupi hidupnya. 

Sementara itu, ada sosok Hae-mi. Hidupnya sebenarnya sama sengsaranya dengan Jong-su, namun ia satu-satunya dari ketiga karakter film ini yang mengejar sesuatu yang lain: Great Hunger. Ia satu-satunya karakter yang tengah mencari makna hidup (eksistensialisme). Ia pergi ke Afrika, menyaksikan matahari terbenam, dan merasa sedih dan terbebani dengan eksistensi diri. Di Paju saat bersama Jong-su dan Ben, ia melihat matahari terbenam lagi, ia melepaskan bajunya seraya menari dengan lepas. Bagi Hae-mi, ini adalah ekspresi kebebasan dirinya. Namun sayangnya ia terjebak pada persaingan maskulinitas Jong-su dan Ben, sehingga bagi Jong-su, Hae-mi yang menari dengan bebas sambil melepas baju di depan laki-laki tak lebih dari seorang "pelacur". Hae-mi adalah seorang subyek, namun di tengah persaingan Jong-su vs Ben, dirinya sekedar obyek yang diperebutkan keduanya.

RAGE (KEMARAHAN)

Dalam banyak interviewnya, Lee Chang-dong berulang kali mengungkapkan bahwa baginya film Burning adalah sebuah metafora akan rage (kemarahan). Setidaknya, itu yang ia tangkap dari cerpen Murakami, atau cerita berjudul sama (Barn Burning) karangan William Faulkner yang menginspirasi Murakami. Lee Chang-dong merasa bahwa dunia bisa jadi makin sophisticated dan makin nyaman, namun di balik itu semua sebenarnya ada ketidakberesan, dan semua orang menyadarinya. Semua orang menyimpan amarah dalam dirinya, entah karena persoalan agama, kelas, atau kultur - dan menurut Lee Chang-dong ini merupakan sebuah fenomena universal.

Lee Chang-dong sendiri tampaknya menyimbolkan kemarahan itu berkulminasi pada diri Jong-su. Dunia adalah misteri dan kita tidak benar-benar tahu bagaimana dunia ini bekerja (contohnya bahwa begitu banyak pengangguran atau bahwa Donald Trump bisa terpilih sebagai presiden Amerika Serikat). Mungkin kita berusaha mereka-reka tentang apa yang sesungguhnya terjadi, dan kenapa, tapi kita tidak akan benar-benar bisa tahu dan seluruh misteri ini membuat kita frustasi. Jong-su menyimbolkan itu: ia adalah pemuda bernasib sial dalam dunia kapitalistik seperti saat ini. Di sisi lain kita melihat Ben sebagai simbol kapitalis yang nyaris memiliki segalanya: mulai dari rumah mewah, mobil mahal, ketampanan, hingga kepercayaan diri (dalam banyak kesempatan ia seolah-olah berpikir dirinya Tuhan)...

Sepanjang film kita mungkin akan dibuat bertanya-tanya tentang siapa Ben sebenarnya. Namun, pada saat akhir, saat Jong-su menusuk Ben hingga mampus, kita akan mempertanyakan hal yang berbeda: siapa Jong-su sebenarnya? Apakah ia adalah orang yang menyimpan amarah dan tidak punya kendali menguasai amarahnya seperti ayahnya?

Tapi... ngomong-ngomong, saya sendiri sebenarnya kesulitan menghubungkan metafora di atas dengan keseluruhan film Burning (atau saya aja yang ga bisa menangkap itu). Saya lebih menangkap maksud Burning sebagai sebuah film thriller yang ambigu.

MY THEORY


Mengenai apa yang sebenarnya terjadi di film Burning, saya punya teori sendiri. Pertama, tentang apakah Ben adalah psikopat atau bukan, saya tidak tahu pasti, dan menurut saya bukan itu inti film ini. Saya merasa keindahan film ini adalah misterinya itu sendiri, bukan jawaban misteri itu. Kita memang disuguhi beberapa fakta yang mendukung teori Ben adalah seorang serial killer: ia tidak pernah menangis (ciri psikopat), ia punya hobi membakar green house terlantar (dan green house terlantar ini bisa jadi adalah sebuah metafora untuk orang yang tidak berguna), ia punya koleksi aksesoris wanita di dalam kamar mandinya ( mungkin itu adalah "souvenir" dari korban yang dibunuhnya), dan tiba-tiba saya ia punya kucing yang datang saat dipanggil Boil (nama kucing Hae-mi). Tapi semua fakta itu adalah bukti samar yang lemah. Ia bisa saja berbohong saat bilang ia tidak pernah menangis (biar dibilang macho), ia bisa saja cuma punya hobi ngebakar green house (dan green house bukanlah metafor),  koleksi aksesori wanita di dalam kamar mandinya bisa saja cuma barang ketinggalan dari cewek-cewek yang dikencaninya (atau ia klepto), dan kucing yang dipeliharanya belum tentu kucing Hae-mi (toh Jong-su tidak pernah melihat kucing Hae-mi, dan agak aneh ketika dipanggil Boil saat di kamar Hae-mi kucing itu tidak nongol). Jadi, saya lebih suka mengambil kesimpulan bahwa Ben, tetaplah misteri. 

Namun, Jong-su telah mengambil kesimpulannya sendiri saat ia menusuk Ben. Jong-su, adalah seorang penulis yang sebelumnya tidak tahu harus menulis apa. Sebagai penulis ia punya kepekaan untuk mengamati hal-hal menarik di sekitarnya, dan salah satu misteri di matanya adalah Ben. Maka, tampaknya perlahan ia menyimpulkan bahwa Ben adalah seorang pembunuh yang membunuh Hae-mi. Tapi berikutnya yang menarik untuk dibahas... apakah peristiwa penusukan ini benar atau cuma terjadi di kepala Jong-su? Nah, menurut saya ini cuma terjadi di kepala Jong-su.

Perhatikan sebelum adegan Jong-su menusuk Ben, tampak Jong-su sedang mengetik sesuatu di laptopnya di kamar Hae-mi. Mungkin ia akhirnya mempunyai bahan cerita untuk tulisannya. Lalu perlahan kamera menyorot adegan ini dari luar jendela kamar Hae-mi, kemudian kamera bergerak menjauh pelan-pelan memperlihatkan gedung apartemen Hae-mi. Dan untuk pertama kalinya sepanjang film, kamera menyorot adegan dimana Jong-su tidak ada di dalamnya: saat Ben bercermin di kamar mandi, memasang contact lens, mengambil kotak rias lalu merias seorang perempuan cantik dan tiba-tiba handphone-nya berdering. Menurut saya adegan ini aneh karena sepanjang film kita selalu mengikuti Jong-su kemana saja ia pergi. Saya pun menyimpulkan bahwa adegan ini hanyalah adegan di kepala Jong-su, termasuk adegan berikutnya kala ia menusuk Ben... Maka mungkin ini adalah sekedar bagian dari akhir cerita yang ia tulis.

...
Gimana menurutmu? Apakah kamu punya teori tersendiri?
  

Post a Comment

0 Comments

Close Menu